KABARBERITAINDONESIA.COM
TUBAN JAWA TIMUR – Sidang kasus dugaan pemerasan yang melibatkan 12 orang terdakwa digelar di Pengadilan Negeri Tuban, Jawa Timur. Para terdakwa menghadapi dakwaan 4/12/24
Pasal 368 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP. Namun, perhatian publik tertuju pada fakta bahwa para terdakwa menjalani proses hukum tanpa didampingi oleh kuasa hukum, sebuah pelanggaran terhadap prinsip-prinsip yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Dakwaan dan Persidangan
Para terdakwa diduga melakukan pemerasan secara bersama-sama, sebagaimana diatur dalam Pasal 368 ayat 1 KUHP. Pasal ini mengatur ancaman pidana bagi siapa pun yang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa orang lain untuk memberikan sesuatu, baik untuk dirinya sendiri maupun orang lain. Sementara itu, juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP menegaskan keterlibatan bersama dalam suatu tindak pidana.
Sidang perdana berlangsung dengan agenda pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Namun, ketidakhadiran kuasa hukum untuk mendampingi terdakwa menjadi sorotan utama.
### **Pelanggaran Hak Terdakwa**
Ketidakhadiran kuasa hukum dinilai bertentangan dengan Pasal 56 KUHAP, yang mengatur bahwa terdakwa dalam perkara pidana yang diancam pidana mati, pidana seumur hidup, atau pidana penjara di atas 15 tahun wajib didampingi penasihat hukum. Bahkan jika ancaman pidana kurang dari itu, hak atas pendampingan hukum tetap diakui sebagai bagian dari prinsip fair trial.
"Proses hukum yang tidak didampingi kuasa hukum berpotensi melanggar hak-hak terdakwa untuk mendapatkan pembelaan yang adil," ujar salah satu pengamat hukum yang enggan disebutkan namanya.
Humas AWDI (Aliansi Wartawan Demokrasi Indonesia) Feri Berkomentar Proses Hukum Pemerasan Di Tambang yang Di Duga Ilegal
Pihak Pengadilan Negeri Tuban Harus mengkaji Kembali Apalagi terdakwa tidak diberikan Kuasa Hukum Bagaimana pun Bila memang terdakwa salah ,harus mendapatkan pembelaan Sampai sidang terakhir tidak Ada kuasa hukum dan pihak Kejaksaan belum memberikan pernyataan resmi terkait situasi ini. Permohonan untuk mendapatkan pendampingan hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) yang disediakan negara Ungkapnya.
Awak Media Mewancarai 2 istri terdakwa dalam sambungan telpon selama tidak ada penawaran pengacara Dan. Salah satu istri terdakwa mengirimkan SkTM (surat Keterangan tidak mampu) Ke penyidik Polres Tuban yang akan di bantu untuk dibantu LBH tapi hinga kini tak kunjung datang sampai sidang mau Vonis,Bagaimana Hukum orang yang tidak punya Anggaran tuk dibantu pembela Nasib nasib hukum diindonesia ungkap Istri terdakwa
Namun, pengamat menilai seharusnya pengadilan dan jaksa memastikan hak-hak terdakwa terpenuhi, termasuk memberikan informasi yang memadai terkait pendampingan hukum.
Dalam pernyataan terpisah, Ketua Umum KPORI Margoyuono dalam Wawancara kepada Awak Media Akan menyuratkan ke Presiden Dan Kejaksaan Agung bahwa proses hukum Di pengadilan Negeri Tuban harus transparan dalam menindak Anggota Saya dalam tugss yang sedang membantu pemerintah dalam tambang ilegal, Dan Saya Siap jadi saksi Resmi yang di undang oleh pengadilan Negari Urban Di persidangan selannjutnya diTuban.
### **Kesimpulan**
Kasus ini tidak hanya menarik perhatian karena dugaan tindak pidananya, tetapi juga karena potensi pelanggaran hak-hak terdakwa dalam proses peradilan. Langkah korektif dari pengadilan dan JPU diperlukan untuk memastikan proses hukum berjalan sesuai dengan asas-asas keadilan yang diatur dalam hukum positif Indonesia.
Sidang selanjutnya dijadwalkan berlangsung pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi. Publik menantikan perkembangan lebih lanjut terkait kasus ini, termasuk apakah pengadilan akan mengambil langkah untuk menghadirkan kuasa hukum bagi para terdakwa.
( Team )
Sumber Rilis: ZEFFERI ( AWDIALIANSI )
Posting Komentar